Selasa, 05 Februari 2013

Guru Profesional........????



 oleh: Ketut Ngurah Artawan, M.Pd

Sertifikasi Guru
Proses sertifikasi guru di berbagai daerah telah bergulir sampai enam periode. Sampai saat ini semua guru bersiap untuk dapat mengisi kuota yang diberikan kepada masing-masing daerah, dan kementerian pendidikan dan kebudayaan memprogramkan tahun 2015 sudah semua guru mengantongi sertifikat pendidik. Ini memungkinkan untuk bertambahnya jumlah guru yang akan menerima tunjangan profesi seperti yang telah diprogramkan pemerintah. Dengan bertambahnya jumlah guru bersertifikat profesi berarti harapan kita ke depan terhadap peningkatan mutu pendidikan kita semakin bertambah. Akankah ini hanya merupakan harapan saja? Pertanyaan ini merupakan satu dari banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pasti dari pelaku pendidikan itu sendiri. Sudah pasti utamanya adalah guru, tidak hanya guru yang lulus sertifikasi saja melainkan seluruh pendidik dan tenaga kependidikan secara bersama-sama memikul tanggungjawab yang begitu berat terhadap pengembangan mutu pendidikan. Bertambahnya
guru bersertifikat profesi yang kita sebut sebagai guru profesional akan menjadi sorotan bagi kalangan pemerhati pendidikan dan orang tua peserta didik atas output dan outcome yang akan dihasilkan. Harapan ini bukan merupakan sesuatu yang harus dipertanyakan karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang dan sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didisain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat. Untuk itulah seorang guru profesional mau tidak mau harus mempunyai komitmen dan kinerja seorang guru profesional yang profesional. Mengapa hal ini harus disikapi? Jujur kita akui bahwa tidak semua guru yang lulus sertifikasi layak menyandang predikat guru profesional. Menjadi guru profesional seperti yang dikutip Dedi Supriadi pada laporan jurnal bertajuk Educational Leadership Edisi Maret 1993 yang menjelaskan bahwa guru profesional dituntut untuk memiliki lima kompetensi sebagai berikut. Pertama, mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua, menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Ketiga, bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan perilaku terhadap siswa sampai tes hasil belajar. Keempat, mampu berpikir sistimatis tentang apa yang dilakukanya dan belajar dari pengalamannya. Kelima, seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Disamping itu pula, Depdiknas juga sudah merumuskan empat komponen yang harus dipenuhi oleh seorang guru profesional yaitu Pertama, Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran, Kedua, Kompetensi Wawasan Kependidikan, Ketiga, Kompetensi Vokasional/Akademik dan Keempat, Kompetensi Pengembangan Profesi. Agar dapat memenuhi kompetensi itu maka guru harus memiliki harapan yang tinggi untuk mau dan mampu meningkatkan mutu hasil belajar siswa (high expectation). Harapan yang tinggi ini dapat dilihat dari semangat dan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya. Menjadi guru yang profesional jika dilihat dari aspek kemampuan dan kemauannya harus berada pada kuadran II yaitu Kemampuan tinggi dan kemauan tinggi.
Dengan kemauan dan kemampuan yang tinggi akan dapat menjadi satu modal yang dapat dikembangkan untuk mencapai keprofesionalitasan menjadi seorang pendidik yang profesional.
Peningkatan Anggaran Pendidikan
            Pemerintah melalui penyampaian nota keuangannya yang berisi tentang anggaran perubahan APBN 2009 mencantumkan besaran anggaran pendidikan mencapai 20%. Pencapaian anggaran pendidikan  20 % ini tidak lepas dari perjuangan organisasi profesi PGRI sehingga MA mendesak pemerintah untuk mengadakan anggaran perubahan 20% khusus pada bidang pendidikan. Dengan demikian diharapkan peningkatan profesionalisme guru dapat terkondisikan dalam implementasi peningkatan mutu pendidikan, sehingga guru-guru di Indonesia yang selama ini selalu disoroti sebagai satu indikator penyebab rendahnya kualitas pendidikan secara perlahan dapat memperbaiki kinerjanya menjadi guru yang lebih efektif. Guru efektif yang diharapkan dalam hal ini adalah yang memenuhi lima kriteria antara lain Professional Capation, Profesional Effort, Teachers’ Time, Link and Match dan Kesejahteraan dapat terpenuhi. Guru dituntut untuk lebih bertanggungjawab secara moral dan sosial terhadap profesinya sebagai penyandang guru profesional. Dengan anggaran pendidikan 20% yang sudah tentu di dalamnya adalah peningkatan perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan para guru diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru untuk mengembangkan kemampuan dan kinerjanya sepanjang hari. Hal ini sejalan dengan prinsip belajar yang dikemukakan oleh UNESCO dengan empat pilar pendidikannya meliputi learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Peningkatan anggaran pendidikan dari pemerintah adalah sebuah angin segar bagi guru untuk menjadi benar-benar guru professional. Tetapi juga dapat menjadi awal sebuah permasalahan baru manakala tidak diikuti proses evaluasi secara berkesinambungan terhadap keprofesionalitasan seorang guru. Pemerintah harus sudah siap dengan proses evaluasi berjangka terhadap guru-guru yang sudah menerima sertifikat guru professional. Sertifikat professional yang dimiliki guru harus tetap di update keprofesionalitasannya sehingga tetap dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Dengan demikian kualitas pendidikan di Negara kita akan semakin meningkat seperti harapan kita bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar