oleh: Ketut Ngurah Artawan, M.Pd
Sertifikasi Guru
Proses sertifikasi guru
di berbagai daerah telah bergulir sampai enam periode. Sampai saat ini semua
guru bersiap untuk dapat mengisi kuota yang diberikan kepada masing-masing
daerah, dan kementerian pendidikan dan kebudayaan memprogramkan tahun 2015
sudah semua guru mengantongi sertifikat pendidik. Ini memungkinkan untuk
bertambahnya jumlah guru yang akan menerima tunjangan profesi seperti yang
telah diprogramkan pemerintah. Dengan bertambahnya jumlah guru bersertifikat
profesi berarti harapan kita ke depan terhadap peningkatan mutu pendidikan kita
semakin bertambah. Akankah ini hanya merupakan harapan saja? Pertanyaan ini
merupakan satu dari banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pasti dari
pelaku pendidikan itu sendiri. Sudah pasti utamanya adalah guru, tidak hanya
guru yang lulus sertifikasi saja melainkan seluruh pendidik dan tenaga
kependidikan secara bersama-sama memikul tanggungjawab yang begitu berat
terhadap pengembangan mutu pendidikan. Bertambahnya
guru bersertifikat profesi yang
kita sebut sebagai guru profesional akan menjadi sorotan bagi kalangan
pemerhati pendidikan dan orang tua peserta didik atas output dan outcome yang
akan dihasilkan. Harapan ini bukan merupakan sesuatu yang harus dipertanyakan
karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang dan sekolah dipandang
sebagai suatu organisasi yang didisain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya
peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat. Untuk itulah seorang guru
profesional mau tidak mau harus mempunyai komitmen dan kinerja seorang guru
profesional yang profesional. Mengapa hal ini harus disikapi? Jujur kita akui
bahwa tidak semua guru yang lulus sertifikasi layak menyandang predikat guru
profesional. Menjadi guru profesional seperti yang dikutip Dedi Supriadi pada
laporan jurnal bertajuk Educational Leadership Edisi Maret 1993 yang
menjelaskan bahwa guru profesional dituntut untuk memiliki lima kompetensi
sebagai berikut. Pertama, mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa.
Kedua, menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang diajarkannya serta
cara mengajarkannya kepada para siswa. Ketiga, bertanggungjawab memantau hasil
belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan perilaku
terhadap siswa sampai tes hasil belajar. Keempat, mampu berpikir sistimatis tentang
apa yang dilakukanya dan belajar dari pengalamannya. Kelima, seyogyanya
merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Disamping
itu pula, Depdiknas juga sudah merumuskan empat komponen yang harus dipenuhi
oleh seorang guru profesional yaitu Pertama, Kompetensi Pengelolaan
Pembelajaran, Kedua, Kompetensi Wawasan Kependidikan, Ketiga, Kompetensi
Vokasional/Akademik dan Keempat, Kompetensi Pengembangan Profesi. Agar dapat
memenuhi kompetensi itu maka guru harus memiliki harapan yang tinggi untuk mau
dan mampu meningkatkan mutu hasil belajar siswa (high expectation). Harapan
yang tinggi ini dapat dilihat dari semangat dan kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya. Menjadi guru yang profesional jika dilihat dari aspek kemampuan dan kemauannya
harus berada pada kuadran II yaitu Kemampuan tinggi dan kemauan tinggi.
Dengan kemauan dan kemampuan yang
tinggi akan dapat menjadi satu modal yang dapat dikembangkan untuk mencapai
keprofesionalitasan menjadi seorang pendidik yang profesional.
Peningkatan Anggaran Pendidikan
Pemerintah
melalui penyampaian nota keuangannya yang berisi tentang anggaran perubahan
APBN 2009 mencantumkan besaran anggaran pendidikan mencapai 20%. Pencapaian
anggaran pendidikan 20 % ini tidak lepas
dari perjuangan organisasi profesi PGRI sehingga MA mendesak pemerintah untuk
mengadakan anggaran perubahan 20% khusus pada bidang pendidikan. Dengan
demikian diharapkan peningkatan profesionalisme guru dapat terkondisikan dalam
implementasi peningkatan mutu pendidikan, sehingga guru-guru di Indonesia yang
selama ini selalu disoroti sebagai satu indikator penyebab rendahnya kualitas
pendidikan secara perlahan dapat memperbaiki kinerjanya menjadi guru yang lebih
efektif. Guru efektif yang diharapkan dalam hal ini adalah yang memenuhi lima
kriteria antara lain Professional Capation, Profesional Effort, Teachers’ Time,
Link and Match dan Kesejahteraan dapat terpenuhi. Guru dituntut untuk lebih
bertanggungjawab secara moral dan sosial terhadap profesinya sebagai penyandang
guru profesional. Dengan anggaran pendidikan 20% yang sudah tentu di dalamnya
adalah peningkatan perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan para guru
diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru untuk mengembangkan kemampuan dan
kinerjanya sepanjang hari. Hal ini sejalan dengan prinsip belajar yang
dikemukakan oleh UNESCO dengan empat pilar pendidikannya meliputi learning to
know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Peningkatan
anggaran pendidikan dari pemerintah adalah sebuah angin segar bagi guru untuk
menjadi benar-benar guru professional. Tetapi juga dapat menjadi awal sebuah
permasalahan baru manakala tidak diikuti proses evaluasi secara
berkesinambungan terhadap keprofesionalitasan seorang guru. Pemerintah harus
sudah siap dengan proses evaluasi berjangka terhadap guru-guru yang sudah
menerima sertifikat guru professional. Sertifikat professional yang dimiliki
guru harus tetap di update keprofesionalitasannya sehingga tetap dapat
dipertanggungjawabkan kualitasnya. Dengan demikian kualitas pendidikan di
Negara kita akan semakin meningkat seperti harapan kita bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar