Pendidikan secara umum harus
relevan dengan garis hidup untuk mencerdaskan rakyat dan mengangkat martabat
bangsa, dalam rangka membangun kerjasama yang saing memnguntungkan dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Untuk memperkuat dinamika pendidikan sebagai
penguatan kebangsaan, konsep pengembangan pendidikan harus senafas dengan
nilai-niai budaya yang berkembang di masyarakat serat melibatkan unsure
masyarakat daam pengelolaannya karena output yang dihasilkannya pun harus
menjadi pionir kebudayaan dan peradaban bangsa yang lebih besar.
Hakekat pendidikan secara
universal adalah menanamkan nilai-nilai intelegensi, moral dan spiritual kepada
anak didik sesuai dengan perkembangan mental dan jasmaninya. Pendidikan dalam
arti uas adalah hidup. Pendidikan merupakan proses yang berkaitan dengan upaya
untuk mengembangkan diri seseorang, dengan tiga aspek dalam kehiidupannya,
yakni pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk
mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan
keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan diselenggarakan secara ketat
dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.
Dalam arti sempit, pendidikan
adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak atau remaja yang diserahkan
kepadanya, agar memiliki kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
hubungan-hubungan dan tugas-tugas social (redja Mudyaharjo,2004:62).
Ada ketidaksinkrunan antara
harapan dan kenyataan menyangkut pendidikan. Kita berharap akan muncul
masyarakat yang cerdas, berakhlak mulia, dan peduli terhadap lingkungannya.
Pada kenyataannya, sekolah hanya menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak
kreatif, bermental penjahat, dan terasing dari masyarakat sekitarnya. Ini
menandakan ada masalah dalam pendidikan. Ada beberapa problem besar sulitnya
mewujudkan pendidikan sebagai agen perubahan masyarakat. Pertama, belum
berubahnya paradigm masyarakat tentang makna pendidikan. Selama ini pendidikan dianggap
sama dengan sekolah, yang lebih menekankan pada proses mendapatkan pengetahuan
(pengajaran) atau usaha mengembangkan potensi inteletualnya saja. Padahal lebih
dari itu, yang perlu dikembangkan dari seorang individu mencakup berbagai
potensi, seperti budi pekerti dan pembentukan karakter yang memiliki sifat
integritas, kerendahan hati, tenggang rasa, menahan diri, kesetiaan, keadilan,
kesabaran dan kesederhanaan. Yang terakhir ini tidak dapat dan tidak mungkin
dilakukan hanya lewat pengajaran di sekolah. Pendidikan dalam masyarakat,
termasuk di dalamnya pendidikan keluarga dan lingkungannya. Kedua, yang
termasuk masalah mendasar dari system pemdidikan di negeri kita berakar pada
ketidakmampuan seluruh anggota masyarakat untuk berbagi tugas dan tanggungjawab
dalam mendidik, mengajar, dan melatih tunas-tunas bangsa. Hal ini ditunjukkan
dengan minimnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap pendidikan di lingkungan
sekitarnya. Bahkan para ornag tua sendiri, entah karena ketidak mengertian
mereka atau karena memang tidak mau peduli dengan nasib pendidikan
anak-anaknya, menganggap bahwa mendidik anak itu hanya berarti mempersiapkan
uang sekolah, membelikan seragam, buku-buku dan perlengkapan belajar lainnya.
Padahal pendidikan tidak hanya sebatas pada hal-hal tadi, tapi juga mencakup
kehidupan sehari-hari. Apapun yang terjadi di masyarakat merupakan juga
pendidikan dan akan berpengaruh pada perilaku seorang anak.
Berbicara tentang pendidikan,
tentunya tidakk terlepas dari tujuan pendidikan itu. Pendidikan dikatakan
berhasil jika sudah memiiki tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan
tindakan-tindakan yang jelas pula. Tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu
memberikan arah pada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang
ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan
gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan
maupun kelompok. Tujuan pendidikan harus mengandung tiga nilai yang dikemukakan
oleh Hummel 91977), yaitu:
a.
Autonomy, yaitu member kesadaran, pengetahuan
dan kemampuan secara maksimal kepada individu atau kelompok, untuk dapat hidup
mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik
b.
Equity, artinya pendidikan tersebut harus member
kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
berbudaya dan kehidupan berekonomi, dengan member pendidikan dasar yang sama.
c.
Survival, artinya dengan pendidikan akan
menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bercermin pada pendapat Paulo
Freire, kita dapat membaca jalan pikiran seseorang. Apakah ia termasuk pada
kategori orang yang berkesadaran magic, naïf atau kritis?. Adanya wacana
tentang tingkat kesadaran tersebut, mau tidak mau, guru sebagai penanggungjawab
akan perubahan peserta didik, harus memformat pola pendidikan untuk membawa
kesadaran manusia pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan dalam
perjalanannya selau mencari format untuk dapat mencapai tujuan pendidikan
tersebut, yaitu memanusiakan manusia. Banyak tokoh pendidikan berusaha
menawarkan format pendidikan menurut pemahaman dia mengenai pendidikan itu
sendiri, tujuan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan. Jhon
Dewey sebagai salah seorang tokoh pendidikan berkebanagsaan Amerika menawarkan
tentang pola pendidikan partisipatif, yang bertujuan untuk lebih memberdayakan
peserta didik dalam jalannya proses pendidikan. Pendidikan partisipatif membawa
peserta didik untuk mampu berhadapan secara langsung dengan realita yang ada di
lingkungannya. Dengan demikian, peserta didik dapat mengintegrasikan antara
materi yang ia pelajari di kelas dengan realita yang ada.
Sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan, menurut Jhon Dewey memiliki maksud dan tujuan untuk membangkitkan
sikap hidup demokratis dan mengembangkannya. Hal ini harus dilakukan
berpangkall pada pengalaman-pengalaman anak. Harus diakui, tidak semua
pengalaman bermanfaat. Oleh karena itu, sekolah harus memberikan
pengalaman-pengalaman sebagai bahan pelajaran yang bermanfaat bagi masa depan
anak, sekaligus anak dapat mengalaminya sendiri, sehingga anak didik dapat
menyelidiki, menyaring, dan mengatur pengalaman-pengalaman tadi.
Pendidikan tak lain merupakan
proses pembebasan dari belenggu ketidaktahuan, ketidakbenaran, dan kepalsuan.
Dengan pendidikan, kita akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak
benar, apa yang baik dan apa yang tidak baik. Satu hal yang paling penting
adalah dengan pendidikan, kita akan dilahirkan kembali. Dengan demikian,
pendidikan juga harus dapat membentuk manusia seutuhnya. Menurut Plato, manusia
seutuhnya berarti manusia yang berhasil mencapai keutamaan atau moralitas jiwa
dengan mengubah secara total sifat, pikiran, dan perilakunya sehingga orang itu
menjadi sama sekali baru, bagaikan orang yang baru saja dilahirkan kembali.
Jadi dengan pendidikan, orang akan dibentuk menjadi manusia baru secara moral,
psikis dan social. (Ditulis dan dimodifikasi kembali oleh ngurah:2012)
Sumber:
Mudyaharjo, Redja, 2001.
Pengantar Pendidikan, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Prihatin, Eka. 2008. Konsep Pendidikan. Bandung: PT. Karsa
Mandiri Persada.
Purwanto, Edi.2008. Apakah Tujuan
Pendidikan. [online]. http://edipsw.com/2008/02/02/apakah-tujuan-pendidikan/.[18
Oktober 2008].
Sadulloh, Uyoh, dkk. 2007.
Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar