Kamis, 21 Februari 2013

KONSEP PENDIDIKAN



Pendidikan secara umum harus relevan dengan garis hidup untuk mencerdaskan rakyat dan mengangkat martabat bangsa, dalam rangka membangun kerjasama yang saing memnguntungkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Untuk memperkuat dinamika pendidikan sebagai penguatan kebangsaan, konsep pengembangan pendidikan harus senafas dengan nilai-niai budaya yang berkembang di masyarakat serat melibatkan unsure masyarakat daam pengelolaannya karena output yang dihasilkannya pun harus menjadi pionir kebudayaan dan peradaban bangsa yang lebih besar.
Hakekat pendidikan secara universal adalah menanamkan nilai-nilai intelegensi, moral dan spiritual kepada anak didik sesuai dengan perkembangan mental dan jasmaninya. Pendidikan dalam arti uas adalah hidup. Pendidikan merupakan proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan diri seseorang, dengan tiga aspek dalam kehiidupannya,
yakni pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan diselenggarakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.
Dalam arti sempit, pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak atau remaja yang diserahkan kepadanya, agar memiliki kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh hubungan-hubungan dan tugas-tugas social (redja Mudyaharjo,2004:62).
Ada ketidaksinkrunan antara harapan dan kenyataan menyangkut pendidikan. Kita berharap akan muncul masyarakat yang cerdas, berakhlak mulia, dan peduli terhadap lingkungannya. Pada kenyataannya, sekolah hanya menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kreatif, bermental penjahat, dan terasing dari masyarakat sekitarnya. Ini menandakan ada masalah dalam pendidikan. Ada beberapa problem besar sulitnya mewujudkan pendidikan sebagai agen perubahan masyarakat. Pertama, belum berubahnya paradigm masyarakat tentang makna pendidikan. Selama ini pendidikan dianggap sama dengan sekolah, yang lebih menekankan pada proses mendapatkan pengetahuan (pengajaran) atau usaha mengembangkan potensi inteletualnya saja. Padahal lebih dari itu, yang perlu dikembangkan dari seorang individu mencakup berbagai potensi, seperti budi pekerti dan pembentukan karakter yang memiliki sifat integritas, kerendahan hati, tenggang rasa, menahan diri, kesetiaan, keadilan, kesabaran dan kesederhanaan. Yang terakhir ini tidak dapat dan tidak mungkin dilakukan hanya lewat pengajaran di sekolah. Pendidikan dalam masyarakat, termasuk di dalamnya pendidikan keluarga dan lingkungannya. Kedua, yang termasuk masalah mendasar dari system pemdidikan di negeri kita berakar pada ketidakmampuan seluruh anggota masyarakat untuk berbagi tugas dan tanggungjawab dalam mendidik, mengajar, dan melatih tunas-tunas bangsa. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap pendidikan di lingkungan sekitarnya. Bahkan para ornag tua sendiri, entah karena ketidak mengertian mereka atau karena memang tidak mau peduli dengan nasib pendidikan anak-anaknya, menganggap bahwa mendidik anak itu hanya berarti mempersiapkan uang sekolah, membelikan seragam, buku-buku dan perlengkapan belajar lainnya. Padahal pendidikan tidak hanya sebatas pada hal-hal tadi, tapi juga mencakup kehidupan sehari-hari. Apapun yang terjadi di masyarakat merupakan juga pendidikan dan akan berpengaruh pada perilaku seorang anak.
Berbicara tentang pendidikan, tentunya tidakk terlepas dari tujuan pendidikan itu. Pendidikan dikatakan berhasil jika sudah memiiki tujuan-tujuan yang jelas dan ditempuh dengan tindakan-tindakan yang jelas pula. Tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah pada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Tujuan pendidikan harus mengandung tiga nilai yang dikemukakan oleh Hummel 91977), yaitu:
a.       Autonomy, yaitu member kesadaran, pengetahuan dan kemampuan secara maksimal kepada individu atau kelompok, untuk dapat hidup mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik
b.      Equity, artinya pendidikan tersebut harus member kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan berekonomi, dengan member pendidikan dasar yang sama.
c.       Survival, artinya dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bercermin pada pendapat Paulo Freire, kita dapat membaca jalan pikiran seseorang. Apakah ia termasuk pada kategori orang yang berkesadaran magic, naïf atau kritis?. Adanya wacana tentang tingkat kesadaran tersebut, mau tidak mau, guru sebagai penanggungjawab akan perubahan peserta didik, harus memformat pola pendidikan untuk membawa kesadaran manusia pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan dalam perjalanannya selau mencari format untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut, yaitu memanusiakan manusia. Banyak tokoh pendidikan berusaha menawarkan format pendidikan menurut pemahaman dia mengenai pendidikan itu sendiri, tujuan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan. Jhon Dewey sebagai salah seorang tokoh pendidikan berkebanagsaan Amerika menawarkan tentang pola pendidikan partisipatif, yang bertujuan untuk lebih memberdayakan peserta didik dalam jalannya proses pendidikan. Pendidikan partisipatif membawa peserta didik untuk mampu berhadapan secara langsung dengan realita yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, peserta didik dapat mengintegrasikan antara materi yang ia pelajari di kelas dengan realita yang ada.
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, menurut Jhon Dewey memiliki maksud dan tujuan untuk membangkitkan sikap hidup demokratis dan mengembangkannya. Hal ini harus dilakukan berpangkall pada pengalaman-pengalaman anak. Harus diakui, tidak semua pengalaman bermanfaat. Oleh karena itu, sekolah harus memberikan pengalaman-pengalaman sebagai bahan pelajaran yang bermanfaat bagi masa depan anak, sekaligus anak dapat mengalaminya sendiri, sehingga anak didik dapat menyelidiki, menyaring, dan mengatur pengalaman-pengalaman tadi.
Pendidikan tak lain merupakan proses pembebasan dari belenggu ketidaktahuan, ketidakbenaran, dan kepalsuan. Dengan pendidikan, kita akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar, apa yang baik dan apa yang tidak baik. Satu hal yang paling penting adalah dengan pendidikan, kita akan dilahirkan kembali. Dengan demikian, pendidikan juga harus dapat membentuk manusia seutuhnya. Menurut Plato, manusia seutuhnya berarti manusia yang berhasil mencapai keutamaan atau moralitas jiwa dengan mengubah secara total sifat, pikiran, dan perilakunya sehingga orang itu menjadi sama sekali baru, bagaikan orang yang baru saja dilahirkan kembali. Jadi dengan pendidikan, orang akan dibentuk menjadi manusia baru secara moral, psikis dan social. (Ditulis dan dimodifikasi kembali oleh ngurah:2012)

Sumber:
Mudyaharjo, Redja, 2001. Pengantar Pendidikan, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Prihatin, Eka. 2008. Konsep Pendidikan. Bandung: PT. Karsa Mandiri Persada.
Purwanto, Edi.2008. Apakah Tujuan Pendidikan. [online]. http://edipsw.com/2008/02/02/apakah-tujuan-pendidikan/.[18 Oktober 2008].
Sadulloh, Uyoh, dkk. 2007. Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar