Oleh:
Ketut Ngurah Artawan, S.Pd.,M.Pd.
Dunia pendidikan di Indonesia saat
ini disoroti oleh semua pihak menyikapi maraknya kembali tawuran pelajar di
beberapa tempat. Kejadian terakhir yang sampai menimbulkan korban jiwa adalah
tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta. Kita semua terhenyak dengan kejadian
tersebut, yang secara otomatis pikiran kita tertuju pada sistim pendidikan di
Indonesia saat ini. Semua komponen yang merasa bertanggungjawab mulai
menggeliat lagi mengantisipasi dan mencegah terjadinya kembali peristiwa yang
sangat memiris hati. Mulai dari pihak kepolisian masuk ke sekolah-sekolah
sebagai irup sampai dengan pakar-pakar pendidikan yang berkomentar
untuk
membenahi pendidikan anak. Pendidikan karakter bagi anak direkomendasikan
sebagai jawaban atas permasalahan tersebut. Pendidikan anak di sekolah belum
mengoptimalkan pemberian pendidikan karakter, bahkan kurang sama sekali. Sebagian
besar sekolah berorientasi pada ketercapaian prestasi akademik. Berusaha
mencapai nilai mata pelajaran setinggi-tingginya tanpa dibarengi dengan
pendidikan karakter yang memadai.
Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan
demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri
dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok
orang.
Jadi
pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik
karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi
lebih baik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”.
Menurut
T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik.
Dasar
pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang
biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia
ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang
dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya
terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir
dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari
dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter
anak.
Sebenarnya
dari dulu kita sudah ada pendidikan karakter yang berdasarkan pancasila sebagai
dasar negara kita, yaitu pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang
kemudian berubah menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan).
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali
proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi
sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu,
seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam
lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah
peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan.
Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan
peserta didik.
Peringatan
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang dimulai dengan digelarnya upacara
bendera merah putih di halaman Kantor Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas), Senayan, Jakarta, Minggu Pagi (02/05), dijadikan momentum untuk
melaksanakan revitalisasi pendidikan karakter. Ini tercermin dari tema
Hardiknas, yaitu; “Pendidikan Karakter
untuk Membangun Keberadaban Bangsa”.
Menurut
Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA, tema tersebut
sangat relevan dengan kondisi kekinian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia.
Salah
satu penegasan dari Mohammad Nuh bahwa kita yakin dan menyadari tentang
mendesaknya pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya membangun karakter
bangsa; karakter yang dijiwai nilai-nilai luhur bangsa, dan nilai-nilai kemuliaan
universal.
Beberapa
negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di
negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang
tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Kita
berharap dengan diadakannya pendidikan karakter, semoga manusia-manusia
Indonesia menjadi manusia yang berkarakter baik, berakhlak mulia. tidak ada
lagi korupsi dan tindakan-tindakan kekerasan yang melawan hukum dan norma-norma
yang ada di negara kita.
Urgensi
dan Dampak Pendidikan Karakter
Karakter adalah cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah
satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan
bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu
bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir
generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas
nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Dr. Martin Luther King berkomentar
mengenai pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat
itu, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education
(kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang
sebenarnya).
Memahami Pendidikan Karakter Pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga
aspek ini, menurut Thomas Lickona maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat sembilan pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan
pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah
hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan
secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing
the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah
diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good
harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan
mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau
berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan
perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah
terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi
kebiasaan.
Lain halnya dengan Doni Koesoema A.,
yang mengembangkan sampai 12 Pilar
Keutamaan Pendidikan Karakter
Utuh Dan Menyeluruh.
Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh menawarkan beberapa
alternatif pengembangan keutamaan untuk membentuk karakter individu menjadi
pribadi berkeutamaan. Pilihan prioritas keutamaan itu didasarkan pada tiga
matra pendidikan karakter yang menjadi dasar bagi pengembangan pendidikan karakter
utuh dan menyeluruh, yaitu matra individual, matra sosial, dan matra moral.
12
pilar keutamaan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh tersebut adalah sebagai
berikut: 1) Penghargaan terhadap tubuh,
penghargaan terhadap tubuh merupakan keutamaan fundamental yang perlu
dikembangkan dalam diri setiap orang. Penghargaan terhadap tubuh termasuk di
dalamnya kesediaan dan kemampuan individu menjaga dan merawat kesehatan jasmani
tiap individu. Kesehatan jasmani merupakan salah satu bagian penting bagi
pembentukan keutamaan. Pendidikan karakter mesti memprioritaskan tentang
bagaimana individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya,
melainkan membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan
pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri
individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti
menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan orang
lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2) Transendental, pengembangan keutamaan transendental, baik itu yang sifatnya
religius, keagamaan, maupun yang sublim, seperti kepekaan seni, apresiasi
karya-karya manusia yang membangkitkan refleksi serta kemampuan untuk memahami
kebesaran yang Illahi merupakan dasar bagi pengembangan pembentukan karakter.
Setiap individu dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang lembut, halus, yang
bekerja secara rohani mendampingi manusia, kepekaan akan sesuatu yang adikodrati.
Kepekaan akan yang Kudus, yang transenden, yang baik, yang indah, baik itu
dalam diri manusia maupun di alam, merupakan salah satu sarana untuk membentuk
individu menjadi pribadi berkeutamaan. 3)
Keunggulan akademik, keunggulan akademik adalah tujuan dasar sebuah
lembaga pendidikan. Keunggulan akademik berbeda dengan sekedar lulus ujian.
Keunggulan akademik mencakup di dalamnya, cinta akan ilmu, kemampuan berpikir
kritis, teguh pada pendirian, serta mau mengubah pendirian itu setelah memiliki
pertimbangan dan argumentasi yang matang, memiliki keterbukaan akan pemikiran
orang lain, berani terus menerus melakukan evaluasi dan kritik diri, terampil mengomunikasikan
gagasan, pemikiran, melalui bahasa yang berlaku dalam ruang lingkup dunia
akademik, mengembangkan rasa kepenasaranan intelektual yang menjadi kunci serta
pintu pembuka bagi hadirnya ilmu pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah
akan tumbuh inovasi, kreasi dan pembaharuan dalam bidang keilmuan. 4) Penguasaan diri, penguasaan diri
merupakan kemampuan individu untuk menguasai emosi dan perasaannya, serta mau
menundukkan seluruh dorongan emosi itu pada tujuan yang benar selaras dengan panduan
akal budi. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kesediaan mengolah emosi dan
perasaan, mau menempatkan kecondongan rasa perasaan sesuai dengan konteks dan
tujuan yang tepat sebagaimana akalbudi membimbingnya. Penguasaan diri termasuk
di dalamnya kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan
berkata-kata secara bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu. 5) Keberanian, keberanian merupakan
keutamaan yang memungkinkan individu mampu melakukan sesuatu dan merelisasikan
apa yang dicita-citakannya. Keberanian termasuk di dalamnya kesediaan untuk
berkorban demi nilai-nilai yang menjadi prinsip hidupnya, tahan banting, gigih,
kerja keras, karena individu tersebut memiliki cita-cita luhur yang ingin
dicapai dalam hidupnya. Keberanian merupakan dorongan yang memungkinkan
individu mewujudnyatakan dan merealisasikan impiannya. 6) Cinta kebenaran, cinta akan kebenaran merupakan dasar
pembentukan karakter yang baik, bukan sekedar sebagai seorang pembelajar,
melainkan juga sebagai manusia. Manusia merindukan kebenaran dan dengan akal
budinya manusia berusaha mencari, menemukan dan melaksanakan apa yang diyakini
sebagai kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada kebenaran mesti diterapkan bagi
praksis individu maupun dalam kehidupan bersama. Cinta akan kebenaran yang
sejati
memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter. 7) Terampil, memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam
bidang yang digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia. 8) Demokratis, masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup
sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi factual manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat kebangsaan. 9) Menghargai perbedaan, perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa. 10) Tanggung jawab, tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung
jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat). 11) Keadilan, bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar. 12) Integritas moral, integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter. Integritas moralinilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain.
memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter. 7) Terampil, memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam
bidang yang digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia. 8) Demokratis, masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup
sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi factual manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat kebangsaan. 9) Menghargai perbedaan, perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa. 10) Tanggung jawab, tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung
jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat). 11) Keadilan, bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar. 12) Integritas moral, integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter. Integritas moralinilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain.
Apa dampak pendidikan karakter terhadap
keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab
pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini
diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh
Character Education Partnership.
Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa
hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis,
menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik
pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang
secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya
penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat
keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional
Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan
berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak
terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor
resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan
ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa
percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan
berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel
Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen
dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh
kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan
emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol
emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia
pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa.
Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah
umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras,
perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Seiring sosialisasi tentang relevansi
pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya,
agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai
nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan
karakter
Pendidikan karakter pada intinya
bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3)
meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui
berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini
sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui
program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan
prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya
pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum.
Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih,
rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat
pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber
dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1)
Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif,
(7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan,
(11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif,
(14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli
Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya
& Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Meskipun telah terdapat
18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan
prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang
diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas.
Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat
berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu
tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di
antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai
dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan
kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin,
sopan dan santun.
Dengan demikian,
pendidikan karakter merupakan pendidikan yang tidak boleh dikesampingkan dan
merupakan pendidikan utama untuk dapat membentuk anak-anak bangsa yang cerdas
intelektual dan cerdas mental. Pendidikan karakter sangat diperlukan untuk
mengantisipasi pengaruh-pengaruh akibat perkembangan teknologi dan arus budaya
barat yang semakin pesat. Pada pendidikan karakterlah kita dapat berharap
generasi penerus bangsa dapat diandalkan untuk peningkatan kualitas diri dan
kualitas bangsa.
Dirangkum dari berbagai sumber.
Thanks balik gan, udah komen...
BalasHapus